Tulisan ini sebenarnya telah lama tersimpan di draft, dan baru hari ini bisa kuselesaikan. Nama mereka sengaja ku samarkan
*********************
Tanah sekitar Manoa park basah, pertanda hujan baru
saja usai. Daerah Manoa , Honolulu memang sering hujan tanpa mengenal
musim. Kami baru saja akan meninggalkan tempat parkir menuju tempat
pelaksanaan shalat Idul Fitri ketika tiba-tiba sebuah mobil berlogo
Shriners Hospitals Honolulu berhenti di depan kami. Sopirnya berwajah
Jepang, sementara disisi kanannya duduk seorang gadis berusia sekitar 24
tahun, berjilbab berwajah melayu. Gadis itu mencoba menyapa kami
“excuse me,….”, tapi belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimatnya, suami saya langsung menyela
“Can you speak Bahasa?”
Mimik muka gadis dalam mobil itu tiba-tiba berubah cerah dan seakan ingin segera melompat keluar dari mobil, bibirnya tak henti mengucap syukur. Setelah sebulan di Honolulu baru kali ini dia bertemu orang Indonesia.
“yahhhh” katanya.
Kami pun berkenalan sambil berjalan menuju tempat pelaksanaan shalat Ied. Sepanjang jalan Nur berkisah pendek mengapa dia bisa sampai di Honolulu. Awalnya kupikir dia mahasiswa yang kuliah di Universitas lain di Honolulu, tapi ternyata Sri ke Honolulu untuk menemani ponakannya yang sedang operasi di Shriners Hospitals Honolulu.
Selepas shalat Ied, aku dan Nur hanya sempat
bercerita sedikit ketika tiba-tiba mobil yang tadi mengantarnya sudah
datang lagi untuk menjemputnya. Ku berikan nomor cellphoneku pada Nur
dan mengajaknya untuk hadir nanti malam di acara dinner lebaran yang di
adakan teman-teman muslim di Hale manoa. Dia antusias
ingin datang meskipun belum tau arah jalan dan belum tau menggunakan bus
sebagai publick transportasi disini.
Sebulan di Honolulu, dia hanya di rumah sakit karena tak tahu harus menemui siapa, mengontak siapa untuk bertemu teman-teman Indonesia di sini.
Jam 6 pm waktu Honolulu, beberapa teman sudah
berkumpul di depan lounge 601 Hale Manoa tempat acara Dinner Lebaran
akan di adakan. Tapi aku belum melihat Nur, di lobby pun tak tampak. Aku sedikit gelisah, harusnya dia telah tiba sejak 30 menit yang lalu.
Sebelum aku ke Hale Manoa dia sempat meneleponku
minta di beri petunjuk bus apa yang dia mesti gunakan dari Shriners
Hospitals menuju Hale Manoa di East West Road. Aku menyarankan Nur naik bus jam 5 pm sehingga bisa nyampe Hale Manoa 5.30, telah ku beri tahu juga untuk menungguku di Lobby Hale Manoa.
15 menit menit kemudian dia datang bersama mba
Roma, salah seorang mahasiswa Indonesia yang mengambil Master di bidang
Urban Planning. Ternyata Nur tiba di Hale Manoa jam 5, dia naik bus
lebih awal dari yang aku beritahu. Beruntung karena sopir
yang mengantarnya ke tempat shalat Ied pagi tadi juga bersedia
mengantarkannya ke bus stop yang lumayan jauh dari rumah sakit tempat
ponakannya di rawat.
Sesampainya di Lobby, ada mba Roma yang ngajak Nur
jalan-jalan melihat kampus University of Hawaii Manoa. Lega rasanya
melihatnya, setidaknya dia tidak kesasar meskipun pertama kalinya jalan
sendiri naik bus.
Satu persatu teman-teman mulai datang memenuhi
lounge 601, canda tawa, makan bersama, mewarnai acara ini. Bukan hanya
kawan sesama muslim tapi juga teman agama lain dai berbagai Negara.
disela-sela acara aku mulai bertanya ke Nur tentang kisah ponakannya
bernama Andi yang mesti di rawat disini, jauh dari keluarganya di Aceh.
Nur pun cerita
Andi saat itu berusia 3 tahun, dia sedang asyik
bermain ketika ibunya yang sedang masak di dapur berteriak karena kompor
yang digunakannya memasak tiba-tiba meledak. Andi berlari kedapur karena mendengar suara ibunya menjerit . Celakanya, minyak tanah panas dari
kompor meledak tadi tumpah diatas karpet plastik yang ada didapur, Andi
yang berusia tiga tahun berlari menemui ibunya menginjak minyak panas
ini dan jatuh terpeleset diatas minyak panas. Ibunya tak mampu berbuat
apa-apa karena juga terkena minyak panas saat kompor meledak. Andi dan Ibunya segera di larikan ke rumah sakit, dan segera mendapat pengobatan disana.
Andi masih terus menjalani pengobatan, waktu itu
rencananya dia akan di operasi senin 27 Desember 2004 di rumah sakit
Banda Aceh yang mesti di tempuh sekitar 3-4 jam dari tempat tinggal Andi
sekeluarga, tapi malangnya Minggu 26 Desember terjadi Tsunami di Aceh. Beruntung tempat tinggalnya tidak tersentuh tsunami.
Setelah tsunami, Andi hanya mendapat perawatan
dirumah karena stuasi Aceh saat itu betul-betul tidak memungkinkan untuk
pengobatan yang lebih intensif pada luka bakar Andi. Nur
yang saat itu adalah mahasiswa FK di salah satu Universitas di Banda
Aceh ikut menjadi volunteer. Dia volunteer sebagai penerjemah
dari bahasa Aceh ke Indonesia/Inggris karena banyak korban bencana
tsunami yang tidak mampu berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia dan
menyebabkan para relawan domestic maupun mancanegara sedikit terhambat
dalam hal komunikasi, dan dari volunteer ini Nur bertemu dengan seorang
dokter yang berasal dari Amerika.
Disela-sela kegiatannya sebagai volunteer, Nur menceritakan kejadian yang menimpa ponakannya pada dokter tersebut. Dan sangat beruntung Andi bisa di operasi di US Naval Hospial Ship, Mercy yang waktu itu juga sedang berada di Aceh untuk bantuan tsunami.
Setelah keadaan Aceh pulih, Nur tidak berhenti
bertukar kabar dengan tim dokter yang dulu mengoperasi luka bakar Andi.
Dam beberapa tahun kemudian, Andi di operasi lagi di rumah sakit di
Boston, US.
Pengobatan di Boston selama 3 bulan. Tak ada sereceh pun
yang mesti mereka keluarkan, pengurusan tiket pp, visa ke
US, pengobatan di RS semua ditangani oleh dokter tsb. Bukan berarti sang
dokter itu yang membiayai semua, tapi kemungkinan besar ada donasi yang
di kelola oleh sebuah yayasan kesehatan.
Setelah balik ke Aceh, tahun 2010 mereka ke
Honolulu untuk operasi lagi. Disini pun mereka tak perlu membayar biaya
pengobatan, karena setahu saya shriner hospital ini memang rumah sakit
yang didedikasikan untuk pengobatan luka bakar, tulang untuk usia di
bawah 18 tahun tanpa biaya.
0 comments:
Post a Comment
Berkomentar yang sopan sangat disenangi, komentar spam akan di hapus. Thanks!!